RSS

Kamis, 19 Maret 2015

Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) VS PP No. 46 Tahun 2013

Sudah lama sekali saya tidak ngepost di blog saya ini dan sekarang saya ingin berbagi apa yang saya dapatkan seputar hal - hal yang pernah saya alami yaitu hal - hal yang pernah membingungkan saya ditempat kerja salah satunya mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan adanya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 46 yang telah diterbitkan pada tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto tertentu. 

Dengan diterbitkannya PP 46 Tahun 2013 saat itu langsung timbul pertanyaan dalam hati saya yaitu apakah masih berlaku Norma Penghitungan Penghasilan Neto ? dengan berbagai diskusi dan pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan di forum pajak salah satunya di Ortax.org akhirnya saya mendapatkan pencerahan. Jawaban pertanyaan saya tadi adalah "Masih Berlaku". Untuk lebih jelaskan akan saya uraikan disini.

Mengenai PP 46 Tahun 2013, yaitu : 
1. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto     (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

2. peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua                         gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. 

3. Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet) 

Catatan : Usaha meliputi usaha dagang dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.

Subjek Pajak PP 46 Tahun 2013 :
1. Orang pribadi 
2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), 
yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Catatan : Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Non Subjek Pajak PP 46 Tahun 2013 :
  1. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki- lima, dan sejenisnya.
  2. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar. 


Catatan: Orang Pribadi atau Badan yang diterangkan di atas wajib melaksanakan ketentuan Perpajakan sesuai dengan UU KUP maupun UU PPh secara umum.


Non Objek Pajak PP 46 Tahun 2013 :
  1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris,PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013. 
  2. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)),   seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Jika dilihat dari Non Objek Pajak tadi, Apakah semua Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi 4,8 miliar dikenakan pajak berdasarkan PP 46 ini? jawabannya "tidak". Ada beberapa pengecualian, yaitu:
a. pengecualian untuk WPOP (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 tahun 2013 dan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 107/PMK.011/2013)
Orang Pribadi yang melakukan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas di bawah ini dikecualikan dari pengenaan PP 46, sehingga menghitung pajaknya dengan tarif umum seperti biasa, yaitu:
  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris
  2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari
  3. Olahragawan
  4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
  5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
  6. Agen iklan
  7. Pengawas atau pengelola proyek
  8. Perantara
  9. Petugas penjaja barang dagangan
  10. Agen asuransi; dan
  11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (MLM) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.


Sehingga, untuk pekerjaan bebas tadi yang disebutkan boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat sebagaimana diatur di Pasal 14 Undang-undang PPh (No 36/2008), WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu)  tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah.
WPOP yang peredaran brutonya kurang dari 4,8 miliar rupiah, karena boleh menghitung penghasilan netonya dengan norma, maka tidak perlu menyelenggarakan pembukuan, namun tetap harus membuat pencatatan atas peredaran usahanya setiap bulan. Dengan kata lain aturan penyelenggaraan pembukuan untuk WPOP adalah:
  1.  WPOP dengan peredaran bruto di atas 4,8 miliar rupiah, wajib menyelenggarakan pembukuan
  2.  WPOP dengan peredaran bruto di bawah 4,8 miliar rupiah, boleh menghitung penghasilan netonya dengan NPPN, dan harus membuat pencatatan
  3.  WPOP dengan peredaran bruto di bawah 4,8 miliar rupiah namun tidak memberitahukan kepada Ditjen Pajak, maka WPOP tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan (Pasal 14 ayat (3) UU PPh).
Narasumber dari :
UU PPh no. 36 tahun 2008
PP 46 Tahun 2013
http://amsyong.com/wp-content/uploads/2013/07/Sosialisasi-PP-Peredaran-Bruto-Tertentu-PP-No-46-Tahun-2013.pdf
http://www.ortax.org/ortax/
http://nasikhudinisme.com/tag/norma-penghitungan-penghasilan-neto/

SEMOGA BERMANFAAT !!
SEMANGAT BELAJAR PAJAK :) :)






0 komentar:

Posting Komentar