RSS

Selasa, 17 April 2012

MATERI PPN 1

Pengertian PPN
PPN adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan BKP ( Barang Kena Pajak ) atau JKP ( Jasa Kena Pajak ) yang dilakukan oleh PKP ( Pengusaha Kena Pajak ) di dalam daerah pabean atau atas impor BKP. Apabila dalam penyerahan dan / atau impor BKP yang tergolong mewah, maka atas penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping dikenakan PPN juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPn.BM ). Dengan demikian dalam definisi atau pengertian PPN terkandung beberapa unsur :
  1. Penyerahan BKP / JKP
  2. Dilakukan oleh PKP ( Pengusaha Kena Pajak )
  3. Di dalam Daerah Pabean
  4. Impor BKP

Unsur - Unsur Pemungutan PPN :
  1. Adanya suatu penyerahan kena pajak
  2. yang diserahkan adalah BKP / JKP
  3. Yang menyerahkan adalah PKP atau pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP
  4. Penyerahan BKP / JKP berada dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan
  5. penyerahan tersebut terjadi / dilakukan dalam Daerah Pabean.

Dasar Hukum Pemungutan PPN :
  1. UUD 1945
  2. UU PPN & PPn.BM ( Undang - undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang - undang No. 11 Tahun 1994 dan Undang - undang No. 18 Tahun 2000, terakhir merupakan perubahan ketiga dengan Undang - Undang No. 42 tahun 2009 )
  3. Peraturan Pelaksana ( Peraturan Menteri Keuangan RI & Peraturan Direktur Jenderal Pajak )

Istilah - istilah Perpajakannya :
  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat - tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang - Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. ( UU no. 42 tahun 2009 pasal 1 angka 1 )
  2. Barang kena pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang - Undang ini ( UU NO. 42 tahun 2009 pasal 1 angka 3 )
  3. Jasa Kena Pajak adalah Jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang - Undang ini ( UU NO. 42 tahun 2009 pasal 1 angka 6 )
  4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. ( UU NO. 42 tahun 2009 pasal 1 angka 4 ). Lebih detailnya adalah setiap kegiatan penyerahan Barang kena pajak yang berupa barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak menurut UU NO. 42 tahun 2009.
  5. Impor adalah setiap kegiatan memasukan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.( UU NO. 42 tahun 2009 pasal 1 angka 9 )
  6. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. ( UU NO.42 tahun 2009 pasal 1 angka 14 )
  7. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang - undang ini ( UU NO. 42 tahun 2009 pasal 1 angka 15 )
" Istilah - istilah lainnya dapat ditemui di UU NO. 42 TAHUN 2009 PASAL 1 "


Karakteristik PPN :
  1. PPN merupaka PTL ( Pajak Tidak Langsung ) : Dimana antara pemikul beban pajak (Pembeli  BKP  atau Penerima BKP ) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ( PKP atau Penjual BKP / Pengusaha JKP ) ke kas negara berada pada pihak yang berbeda, dalam kata lain jika kalau dilihat secara ekonomisnya beban pajak dialihkan kepada pihak lain yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. sedangkan kalau dilihat secara yuridisnya tanggung jawab  pembayaran pajak ke kas negara bukan pada pihak yang memikul beban pajak.
  2. Pajak Objektif : suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif yaitu adanya "TATBESTAND" ( Keadaan, Perbuatan - perbuatan dan peristiwa - peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak / objek pajak).
  3. Multi Stage Tax : PPN dikenakan pada setiap transaksi yang dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun distribusi. contohnya dalam setiap penyerahan yang menjadi objek pajak PPN mulai dari tingkat pabrikan ( manufacture ) kemudian ditingkat pedagang besar sampai pedagang pengecer ( retailer ) dikenakan PPN. 
  4. Pajak terutang dihitung atas nilai tambah dengan cara menggunakan salah satu metode penghitungan : Addition Method ( PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif yang berlaku. ), Subtraction Method ( PPN dihitung dari selisih antara harga jual dengan harga beli dikalikan tarif ), dan Credit Method / Indirect Subtraction Method ( PPN dihitung dari selisih antara PPN yang dibayar dengan PPN yang dipungut. * indonesia menerapkan metode ini)
  5. Mekanisme pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak dimana sebagai konsekuensi penggunaan kredit pajak untuk menghitung PPN yang terutang maka setiap penyerahan BKP atau JKP yang bersangkutan diwajibkan untuk  membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. ( UU NO. 42 TAHUN 2009 Pasal 13 )
  6. PPN adalah pajak atas konsumsi umum Dalam Negeri ( dimana dalam hal ini sesuai dengan "Destination Principle" yang digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan ditempat tujuan barang atau jasa akan dikonsumsi. )
  7. PPN indonesia menganut Tarif Tunggal ( Single Rate ) ( UU NO. 42 TAHUN 2009 Pasal 7 )
  8. PPN bersifat Netral : Penerapannya sama dengan "Destination Principle "
  9. Tidak menimbulkan Pajak Ganda : PPN dipungut atas nilai tambah saja. Nilai Tambah adalah suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji / upah yang dibayarkan, telpon, listrik, pengeluaran lainnya, laba yang diharapkan oleh pengusaha dan lain - lain. Nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih harga jual dengan harga beli barang dagangan.

Objek PPN ---------> Diatur di UU NO. 42 Tahun 2009 Pasal 4, Pasal 16C, & Pasal 16D

Yang termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak dan yang tidak termasuk dalma pengertian penyerahan barang kena pajak --------> diatu di UU NO. 42 Tahun 2009 Pasal 1A ayat 1 & ayat 2.


Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :
  1. Melaporkan Usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ( UU KUP NO. 28 Tahun 2007  Pasal 2 ayat 2 )
  2. Memungut PPN dan PPn.BM
  3. Menyetor PPN dan PPn.BM Terutang-------> paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak ( UU KUP NO. 28 Tahun 2007 Pasal 9 ayat 1 )
  4. Melaporkan PPN dan PPn.BM terutang-------> penyampaian SPT Masa PPN paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal 20 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Kewajiban tersebut diatas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh menteri keuangan, kecuali kalau pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak ( UU NO. 42 Tahun 2009 Pasal 3A ayat 1a & 2 )

Kriteria Pengusaha Kecil diatur dalam keputusan Menteri Keuangan Nomor 68/KMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010.

Saat Terutang  PPN --------> Diatur di UU NO. 42 Tahun 2009 Pasal 11 ayat 1  huruf a - h dan 2

Tempat Terutangnya PPN--------> Diatur di UU NO. 42 Tahun 2009 Pasal 12.







Sabtu, 14 April 2012

UU KUP NO.16 TAHUN 2000 vs UU KUP NO.28 TAHUN 2007


Undang-Undang KUP dibuat dan diperbaharui dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan. Perubahan yang dilakukan pada Undang-Undang ini khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.

Melihat penjelasan umum batang tubuh dari UU NOMOR 28 TAHUN 2007  dituliskan bahwa dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan UU KUP ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut :
a)      Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara;
b)      Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah;
c)      Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi;
d)     Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban;
e)      Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan;
f)       Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten dan
g)      Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.

Jika dibandingkan dengan teori reformasi pajak yang telah dijelaskan diatas, maka arah UU KUP yang telah dirubah ini tengah menapaki jalur yang benar. Keberadaan UU ini diarahkan untuk dapat mencapai :
1.      perbaikan kualitas administrasi perpajakan yang juga meliputi kesukarelaan bayar pajak dan produktivitas aparat;
2.      mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi pajak;
3.      menciptakan sistem yang berlaku menjadi lebih sederhana dengan tetap mengikuti perkembangan terbaru dalam aktivitas bisnis dan mengantisipasi pola penghindaran pajak yang semakin canggih;
4.      administrasi penerimaan pajak mempengaruhi iklim investasi dan pengembangan sektor swasta.
Secara konsep maka UU KUP sudah sejalan dengan teori-teori di atas, sehingga yang menjadi masalah kemudian adalah bagaimana agar idealisme tersebut dapat teraplikasi secara baik di lapangan.



Setelah mengetahui konsep yang ada pada UU NO. 28 TAHUN 2007 sebagaimana undang – undang tentang perubahan ketiga atas UU NO. 6 TAHUN 1983 maka kita akan bandingkan dengan UU NO. 16 TAHUN 2000 sebagaimana undang – undang tentang perubahan kedua atas UU NO. 6 TAHUN 1983 Tentang KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN mengenai kewajiban Wajib pajak, hak – hak wajib pajak, kewajiban Administrasi Pajak, kewenangan Administrasi Pajak, dan sanksi – sanksi perpajakan baik itu berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana dimana telah mengalami perubahan dari masing – masing Undang – undang tersebut :

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
UU NO. 16 TAHUN 2000
UU NO. 28 TAHUN 2007
1.    Pasal 2 ayat 1
Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. ( UU No 9 Tahun 1994 ).



2.    Tidak ada











3.    Pasal 3 ayat 1
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. ( UU No 16 Tahun 2000)



4.    Pasal 10 ayat 1
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. ( UU No 16 Tahun 2000 )


5.    Tidak ada










6.    Tidak ada











1.    Pasal 2 ayat 1
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2.    Pasal 2 ayat 4a
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelumnya diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak
.

3.    Pasal 3 ayat 1
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.



4.      Pasal 10 ayat 1
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.




5.      Pasal 25 ayat 3a
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.


6.      Pasal 35A ayat 1
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).







HAK – HAK WAJIB PAJAK
UU NO. 16 TAHUN 2000
UU NO. 28 TAHUN 2007
1.    Tidak ada






2.    Pasal 3 ayat 4
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b untuk paling lama 6 (enam) bulan. ( UU No 16 Tahun 2000 )






3.    Pasal 8 ayat 1
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. ( UU No 16 Tahun 2000 )

4.    Pasal 8 ayat 6
Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai surat ketetapan pajak tahun pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dari ketetapan pajak yang diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan yang diajukan banding, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding tersebut. ( UU No 16 Tahun 2000 )





5.    Tidak ada









6.    Tidak ada

















7.    Tidak ada

















8.    Tidak ada





























9.    Tidak ada
















10.    Tidak ada




























11.    Tidak ada























12.     Tidak ada












13.    Pasal 17C ayat 2
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1.      Pasal 3 ayat 3a
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.


2.      Pasal 3 ayat 4
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

3.    Pasal 8 ayat 1
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.







4.    Pasal 8 ayat 6
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.



5.    Pasal 26A ayat 2
Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.


6.      Pasal 29A
Terhadap Wajib Pajak badan  yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang :
a.    Surat Pemberitahuan Wajib Pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B; atau
b.    terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko
dapat dilakukan pemeriksaan melalui Pemeriksaan Kantor.


7.    Pasal 37A ayat 2
Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan  yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.



8.    Pasal 2 ayat 6
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :
a.    diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b.    Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c.    Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d.    dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.





9.    Pasal 37A ayat 1
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


10.    Pasal 17B ayat 4
Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak   diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.



11.    Pasal 17D ayat 2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian
a.    Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b.    Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
c.    Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
d.   Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.


12.    Pasal 17E
Orang pribadi yang bukan subjek dalam negeri yang melakukan pengembalian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.



13.    Pasal 17C ayat 2 ( senada dengan pasal 17D ayat 2 )
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.    tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b.    tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
c.    Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d.    tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.




KEWAJIBAN ADMINISTRASI PAJAK
UU NO. 16 TAHUN 2000
UU NO. 28 TAHUN 2007
1.    Pasal 2 ayat 5
Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ( UU No 16 Tahun 2000 )



2.     Tidak ada











3.        Tidak ada









4.    Pasal 3 ayat 2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (1a) harus mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (UU No 16 Tahun 2000 )








5.    Pasal 3 ayat 3
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
a.    untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; ( UU No 16 Tahun 2000 )
b.    untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000 )







6.    Pasal 9 ayat 2
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan. ( UU No 16 Tahun 2000 )


7.    Pasal 9 ayat 3
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. ( UU No 16 Tahun 2000 )



8.    Tidak ada










9.        Pasal 11 ayat 2
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C. ( UU No 16 Tahun 2000 )

















10.    Pasal 13 ayat 4
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.




11.    Pasal 16 ayat 2
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan. ( UU No 16 Tahun 2000 )



12.    Pasal 17B ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


13.    Tidak ada


















14.    Pasal 21 ayat 4
Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran. ( UU No 16 Tahun 2000 )


15.    Pasal 21 ayat 5
Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi, jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa, atau dalam hal diberikan penundaan pembayaran jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.( UU No 16 Tahun 2000 )






16.    Pasal 22 ayat 1
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. ( UU No 16 Tahun 2000 )





17.    Pasal 22 ayat 2
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila:
a.    diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; ( UU No 9 Tahun 1994 )
b.    ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung; ( UU No 9 Tahun 1994 )
c.    diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4). ( UU No 16 Tahun 2000 )



18.    Pasal 25 ayat 7
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. ( UU No 9 Tahun 1994 )







19.    Tidak ada









20.    Tidak ada











21.    Pasal 28 ayat 12
Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000 )


22.    Tidak ada








23.     Tidak ada
















24.    Pasal 44B ayat 1
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
1.    Pasal 2 ayat 5
Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


2.      Pasal 2 ayat 7
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.


3.        Pasal 2 ayat 9
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.


4.      Pasal 3 ayat 2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.





5.      Pasal 3 ayat 3
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
a.    untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b.    untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c.    untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.


6.    Pasal 9 ayat 2
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.




7.      Pasal 9 ayat 3
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.


8.    Pasal 9 ayat 3a
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.




9.      Pasal 11 ayat 2
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, atau sejak diterimanya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.



10.    Pasal 13 ayat 4
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.





11.    Pasal 16 ayat 2
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak surat permohonan pembetulan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


12.    Pasal 17B ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap



13.    Pasal 17D ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.





14.    Pasal 21 ayat 4
Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.






15.    Pasal 21 ayat 5
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut :
a.    dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
b.    dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.




16.    Pasal 22 ayat 1
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.


17.    Pasal 22 ayat 2
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a.    diterbitkan Surat Paksa;
b.    ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
c.    diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
d.    dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.


18.    Pasal 25 ayat 7
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.


19.    Pasal 27 ayat 4a
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan.


20.    Pasal 27 ayat 5a
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding


21.    Pasal 28 ayat 12
Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


22.    Pasal 29 ayat 3a
Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.


23.    Pasal 31 ayat 3
Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) sehingga penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.



24.      Pasal 44B ayat 1
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.




KEWENANGAN  ADMINISTRASI PAJAK
UU NO. 16 TAHUN 2000
UU NO. 28 TAHUN 2007
1.    Pasal 2 ayat 3
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan :
a.    tempat pendaftaran dan atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan dalam ayat (1) dan ayat (2); ( UU No 16 Tahun 2000 )
b.    tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, di samping tempat mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. ( UU No 16 Tahun 2000 )


2.    Pasal 9  ayat 4
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000 )


3.    Pasal 13 ayat 1
Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang dalam hal-hal sebagai berikut :
a.    apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b.    apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c.    apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 % (nol persen);
d.   apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.











4.    Pasal 14 ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a.    Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; ( UU No 9 Tahun 1994 )
b.    Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; ( UU No 16 Tahun 2000 )
c.    Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga; ( UU No 16 Tahun 2000 )
d.   Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; ( UU No 16 Tahun 2000 )
e.    Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak; ( UU No 16 Tahun 2000 )
f.     Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000






















5.    Pasal 15 ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang. ( UU No 16 Tahun 2000 )





6.    Tidak ada














7.    Pasal 36 ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat : ( UU No 6 Tahun 1983 )
a.    mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.    mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
















8.    tidak ada








9.    Tidak ada


1.      Pasal 2 ayat 3
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan :
a.    tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
b.    tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.




2.    Pasal 9 ayat 4
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan


3.    Pasal 13 ayat 1
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :
a.    apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b.    apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c.    apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d.   apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
e.    apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).





4.    Pasal 14 ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a.    Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b.    Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c.    Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d.   Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e.      Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain :
1.  identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
2.  identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f.     Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
g.    Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertabahan Nilai 1984 dan perubahannya.



5.      Pasal 15 ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.



6.    Pasal 35A ayat 2
Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).





7.      Pasal 36 ayat 1
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a.    mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.   mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c.    mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 yang tidak benar; atau
d.   membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari  hasil pemeriksaan  yang dilaksanakan tanpa :
1.      penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2.   pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.





8.      Pasal 43A ayat 1
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.


9.      Pasal 2 ayat 8
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.



SANKSI ADMINISTRASI & SANKSI PIDANA
UU NO. 16 TAHUN 2000
UU NO. 28 TAHUN 2007
1.        Pasal 13 ayat 5
Apabila jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 % (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.




2.        Tidak ada

























3.        Tidak ada













4.        Tidak ada











5.        Tidak ada
















6.        Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a.         tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.         menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.








7.        Pasal 39 ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.    tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
b.    tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
c.    menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
d.   menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau
e.    memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
f.     tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
g.    tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.



















8.        Pasal 39 ayat 3
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.









9.        Tidak ada























10.    Pasal 41 ayat 1
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).


11.    Pasal 41 ayat 2
Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).





12.    Pasal 41A
Setiap orang yang menurut Pasal 35 Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).




13.    Pasal 41B
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).



14.    Tidak ada









15.    Tidak ada











16.     Tidak ada












17.    Tidak ada












1.        Pasal 13 ayat 5
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak
setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


2.        Pasal 13 a
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat emberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.






3.        Pasal 36A ayat 2
Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


4.        Pasal 36A ayat 3
Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.



5.        Pasal 36 A ayat 4
Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.



6.        Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a.    tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.    menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan  yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.


7.      Pasal 39 ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.    tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.    menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c.    tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d.   menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.    menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.     memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atua tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g.    tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h.   tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan ddan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i.      tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.



8.      Pasal 39 ayat 3
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan  yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.





9.      Pasal 39A
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.  menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b.  menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak .
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, baik pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.





10.  Pasal 41 ayat 1
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).


11.    Pasal 41 ayat 2
Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).




12.  Pasal 41A
Setiap orang yang wajib memberikan keternagan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).




13.    Pasal 41B
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulti penyidikan tinda pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).


14.    Pasal 41C ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah


15.    Pasal 41C ayat 2
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).


16.      Pasal 41C ayat 3
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).



17.    Pasal 41C ayat 4
Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).




KESIMPULAN :
Setelah membandingkan UU KUP NO. 28 tahun 2007 dengan UU KUP NO. 16 tahun 2000, UU KUP NO. 28 Tahun 2007 lebih memberikan fasilitas kemudahan dan kenyamanan bagi wajib pajak terlebih dalam hal administrasi pajak. Salah satu contohnya  pada ketentuan yang telah diperbaharui diatur bahwa pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT dapat secara manual dan elektronik,  hal ini akan menambah pilihan WP untuk memilih yang termudah. Selain itu dilihat dari sisi sanksi perpajakan baik itu sanksi administrasi dengan sanksi pidana memberikan peraturan yang ketat bagi Wajib Pajak yang melanggar dan yang tidak menjalankan peraturan perpajakan yang ada terlebih bagi wajib pajak maupun petugas pajak yang tidak beretikad baik, sehingga dalam hal ini dengan memperketat peraturan yang ada dapat menciptakan Undang – undang yang kuat untuk kedepannya.