Undang-Undang KUP dibuat dan diperbaharui
dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada
Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi
perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam
ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan. Perubahan yang
dilakukan pada Undang-Undang ini khususnya berkaitan dengan peningkatan
keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
Melihat penjelasan umum batang tubuh dari
UU NOMOR 28
TAHUN 2007 dituliskan bahwa dengan
berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah
dan tujuan perubahan UU KUP ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut :
a) Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak
dalam rangka mendukung penerimaan negara;
b) Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum
dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang
penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah;
c) Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial
ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi;
d) Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban;
e) Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan;
f) Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan
konsisten dan
g) Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.
Jika dibandingkan dengan teori reformasi pajak yang telah dijelaskan
diatas, maka arah UU KUP yang telah dirubah ini tengah menapaki jalur yang
benar. Keberadaan UU ini diarahkan untuk dapat mencapai :
1. perbaikan kualitas administrasi perpajakan yang juga meliputi kesukarelaan
bayar pajak dan produktivitas aparat;
2. mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi pajak;
3. menciptakan sistem yang berlaku menjadi lebih sederhana dengan tetap mengikuti perkembangan terbaru dalam aktivitas bisnis dan mengantisipasi
pola penghindaran pajak yang semakin canggih;
4.
administrasi penerimaan pajak
mempengaruhi iklim investasi dan pengembangan sektor swasta.
Secara konsep maka UU
KUP sudah sejalan dengan teori-teori di atas, sehingga yang menjadi masalah
kemudian adalah bagaimana agar idealisme tersebut dapat teraplikasi secara baik
di lapangan.
Setelah mengetahui
konsep yang ada pada UU NO. 28 TAHUN
2007 sebagaimana undang – undang tentang perubahan ketiga atas UU NO. 6 TAHUN 1983 maka kita akan
bandingkan dengan UU NO. 16 TAHUN 2000
sebagaimana undang – undang tentang perubahan kedua atas UU NO. 6 TAHUN 1983 Tentang KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN mengenai kewajiban Wajib pajak, hak – hak
wajib pajak, kewajiban Administrasi Pajak, kewenangan Administrasi Pajak, dan
sanksi – sanksi perpajakan baik itu berupa sanksi administrasi dan sanksi
pidana dimana telah mengalami perubahan dari masing – masing Undang – undang
tersebut :
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
|
|
UU NO. 16 TAHUN 2000
|
UU NO. 28 TAHUN 2007
|
1.
Pasal 2 ayat 1
Setiap Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. ( UU No 9 Tahun 1994 ).
2.
Tidak ada
3.
Pasal 3 ayat 1
Setiap Wajib
Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. ( UU No 16 Tahun 2000)
4. Pasal 10 ayat 1
Wajib Pajak
wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara melalui Kantor
Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah
atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. ( UU No 16
Tahun 2000 )
5.
Tidak ada
6.
Tidak ada
|
1.
Pasal 2 ayat 1
Setiap Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Pasal 2 ayat 4a
Kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif seusai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelumnya
diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai
Pengusaha Kena Pajak
.
3.
Pasal 3 ayat 1
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
4.
Pasal 10 ayat
1
Wajib Pajak wajib membayar atau
menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
5.
Pasal 25 ayat
3a
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan
disampaikan.
6.
Pasal 35A ayat
1
Setiap instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
|
HAK – HAK WAJIB PAJAK
|
|
UU NO. 16 TAHUN 2000
|
UU NO. 28 TAHUN 2007
|
1.
Tidak ada
2.
Pasal 3 ayat 4
Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b untuk
paling lama 6 (enam) bulan. ( UU No 16 Tahun 2000 )
3.
Pasal 8 ayat 1
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. ( UU No
16 Tahun 2000 )
4.
Pasal 8 ayat 6
Sekalipun jangka waktu pembetulan
Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir,
dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan,
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima Keputusan Keberatan
atau Putusan Banding mengenai surat ketetapan pajak tahun pajak sebelumnya,
yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dari ketetapan pajak yang diajukan
keberatan atau Keputusan Keberatan yang diajukan banding, dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan setelah menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding
tersebut. ( UU No 16 Tahun 2000 )
5.
Tidak ada
6.
Tidak ada
7.
Tidak ada
8.
Tidak ada
9.
Tidak ada
10.
Tidak ada
11.
Tidak ada
12.
Tidak ada
13.
Pasal 17C ayat
2
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
|
1.
Pasal 3 ayat
3a
Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1
(satu) Surat Pemberitahuan Masa.
2.
Pasal 3 ayat 4
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan
cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada
Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
3.
Pasal 8 ayat 1
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan.
4.
Pasal 8 ayat 6
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima
ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau
beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan
rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang
akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah
menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5.
Pasal 26A ayat
2
Tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, mengatur tentang
pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau
memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
6.
Pasal 29A
Terhadap Wajib Pajak badan yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya
telah dinyatakan efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan
Surat Pemberitahuan dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh
Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang :
a.
Surat Pemberitahuan Wajib Pajak menyatakan lebih
bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B; atau
b.
terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis
risiko
dapat dilakukan pemeriksaan melalui
Pemeriksaan Kantor.
7.
Pasal 37A ayat
2
Wajib Pajak orang pribadi yang secara
sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling
lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan
penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar
untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak
dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan
yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
8.
Pasal 2 ayat 6
Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :
a. diajukan
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli
warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
b. Wajib
Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c. Wajib
Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d. dianggap
perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak
dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
9.
Pasal 37A ayat
1
Wajib Pajak yang menyampaikan
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak
2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar
dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
10.
Pasal 17B ayat
4
Apabila pemeriksaan bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak
dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak
dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan
dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi
diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada
Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib
Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung
sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
11.
Pasal 17D ayat
2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian
a.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
b.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu;
c.
Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha
dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
d.
Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan
jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
12.
Pasal 17E
Orang pribadi yang bukan subjek dalam
negeri yang melakukan pengembalian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean
yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13.
Pasal 17C ayat
2 ( senada dengan pasal 17D ayat 2 )
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi :
a.
tepat waktu dalam menyampaikan Surat
Pemberitahuan;
b.
tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis
pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak;
c.
Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau
lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d.
tidak pernah dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
|
KEWAJIBAN ADMINISTRASI PAJAK
|
|
UU NO. 16 TAHUN 2000
|
UU NO. 28 TAHUN 2007
|
1.
Pasal 2 ayat 5
Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata
cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan
atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak ( UU No 16 Tahun 2000 )
2.
Tidak ada
3.
Tidak ada
4.
Pasal 3 ayat 2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (1a) harus mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (UU No 16 Tahun 2000 )
5.
Pasal 3 ayat 3
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah
:
a.
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; ( UU No 16 Tahun 2000 )
b.
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3
(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000 )
6.
Pasal 9 ayat 2
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas paling
lambat tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan. (
UU No 16 Tahun 2000 )
7.
Pasal 9 ayat 3
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. ( UU No 16 Tahun 2000 )
8.
Tidak ada
9.
Pasal 11 ayat
2
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17C. ( UU No 16 Tahun 2000 )
10.
Pasal 13 ayat
4
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan
oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam
jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat
ketetapan pajak.
11.
Pasal 16 ayat
2
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi
keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan. ( UU No 16 Tahun 2000 )
12.
Pasal 17B ayat
1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan
surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan
lain dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
13.
Tidak ada
14.
Pasal 21 ayat
4
Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu 2 (dua)
tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan
secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran. ( UU No 16 Tahun
2000 )
15.
Pasal 21 ayat
5
Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan
secara resmi, jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4), dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa, atau dalam hal
diberikan penundaan pembayaran jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut
ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.( UU No 16 Tahun
2000 )
16.
Pasal 22 ayat
1
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk
bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah
lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang
bersangkutan. ( UU No 16 Tahun 2000 )
17.
Pasal 22 ayat
2
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tertangguh apabila:
a.
diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; ( UU No
9 Tahun 1994 )
b.
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik
langsung maupun tidak langsung; ( UU No 9 Tahun 1994 )
c.
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4). ( UU No
16 Tahun 2000 )
18.
Pasal 25 ayat
7
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. ( UU No 9 Tahun 1994 )
19.
Tidak ada
20.
Tidak ada
21.
Pasal 28 ayat
12
Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000 )
22.
Tidak ada
23.
Tidak ada
24.
Pasal 44B ayat
1
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan
Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan.
|
1.
Pasal 2 ayat 5
Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata
cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2.
Pasal 2 ayat 7
Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib
Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
3.
Pasal 2 ayat 9
Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas
permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
4.
Pasal 3 ayat 2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata
cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5.
Pasal 3 ayat 3
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah
:
a.
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20
(dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b.
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah
akhir Tahun Pajak; atau
c.
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
6.
Pasal 9 ayat 2
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
7.
Pasal 9 ayat 3
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
8.
Pasal 9 ayat
3a
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di
daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
9.
Pasal 11 ayat
2
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilakukan paling lama 1
(satu) bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), atau sejak diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan
Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D, atau sejak
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, atau
sejak diterimanya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
10.
Pasal 13 ayat
4
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan
oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.
11.
Pasal 16 ayat
2
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama
6 (enam) bulan sejak surat permohonan pembetulan diterima, harus
memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
12.
Pasal 17B ayat
1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
13.
Pasal 17D ayat
1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib
Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1
(satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan
Nilai.
14.
Pasal 21 ayat
4
Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.
15.
Pasal 21 ayat
5
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan
sebagai berikut :
a.
dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan
secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
b.
dalam hal diberikan penundaan
pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun
tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
16.
Pasal 22 ayat
1
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk
bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
17.
Pasal 22 ayat
2
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tertangguh apabila:
a.
diterbitkan Surat Paksa;
b.
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik
langsung maupun tidak langsung;
c.
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
d.
dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
18.
Pasal 25 ayat
7
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka
waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat
(3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh
sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.
19.
Pasal 27 ayat
4a
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan
pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan
keterangan secara tertulis hal-hal menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan
yang diterbitkan.
20.
Pasal 27 ayat
5a
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka
waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a),
atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding
21.
Pasal 28 ayat
12
Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
22.
Pasal 29 ayat
3a
Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi,
dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh
Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.
23.
Pasal 31 ayat
3
Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3)
sehingga penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk
hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang
ditentukan.
24.
Pasal 44B ayat
1
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas
permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak tanggal surat permintaan.
|
KEWENANGAN
ADMINISTRASI PAJAK
|
|
UU NO. 16 TAHUN 2000
|
UU NO. 28 TAHUN 2007
|
1.
Pasal 2 ayat 3
Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan :
a.
tempat pendaftaran dan atau tempat pelaporan usaha
selain yang ditetapkan dalam ayat (1) dan ayat (2); ( UU No 16 Tahun 2000 )
b.
tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan,
di samping tempat mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. ( UU No 16 Tahun 2000 )
2.
Pasal 9 ayat 4
Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000 )
3.
Pasal 13 ayat
1
Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat
terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
dalam hal-hal sebagai berikut :
a.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b.
apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran;
c.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0 % (nol persen);
d.
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak
yang terutang.
4.
Pasal 14 ayat
1
Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a.
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau
kurang dibayar; ( UU No 9 Tahun 1994 )
b.
Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
( UU No 16 Tahun 2000 )
c.
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa
denda dan atau bunga; ( UU No 16 Tahun 2000 )
d.
Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; (
UU No 16 Tahun 2000 )
e.
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak; ( UU No 16 Tahun 2000 )
f.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu
atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000
5.
Pasal 15 ayat
1
Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang
semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang. ( UU No 16 Tahun 2000 )
6.
Tidak ada
7.
Pasal 36 ayat
1
Direktur Jenderal Pajak dapat : ( UU
No 6 Tahun 1983 )
a.
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi
berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena
kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.
mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang
tidak benar.
8.
tidak ada
9.
Tidak ada
|
1.
Pasal 2 ayat 3
Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan :
a.
tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha
selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
b.
tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha
dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
2.
Pasal 9 ayat 4
Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
3.
Pasal 13 ayat
1
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :
a.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b.
apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran;
c.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak
atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d.
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak
yang terutang; atau
e.
apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
4.
Pasal 14 ayat
1
Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a.
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau
kurang dibayar;
b.
Dari hasil penelitian terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c.
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa
denda dan/atau bunga;
d.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak,
tetapi tidak tepat waktu;
e.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya, selain :
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f.
Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak
sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
g.
Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan
telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertabahan Nilai 1984 dan perubahannya.
5.
Pasal 15 ayat
1
Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan.
6.
Pasal 35A ayat
2
Dalam hal data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak
berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
7.
Pasal 36 ayat
1
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan
atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a.
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi
berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.
mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan
pajak yang tidak benar;
c.
mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 yang tidak benar; atau
d.
membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat
ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
1.
penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan;
atau
2.
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib
Pajak.
8.
Pasal 43A ayat
1
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan
informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti
permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
9.
Pasal 2 ayat 8
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan
atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
|
SANKSI ADMINISTRASI & SANKSI PIDANA
|
|
UU NO. 16 TAHUN 2000
|
UU NO. 28 TAHUN 2007
|
1.
Pasal 13 ayat
5
Apabila jangka waktu sepuluh tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48 % (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak
setelah jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.
Tidak ada
3.
Tidak ada
4.
Tidak ada
5.
Tidak ada
6.
Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi
2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
7.
Pasal 39 ayat
1
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.
tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
b.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
c.
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
d.
menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29; atau
e.
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
f.
tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan,
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lainnya; atau
g.
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau
dipungut,sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
8.
Pasal 39 ayat
3
Setiap orang yang melakukan percobaan
untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan
atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang
dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
9.
Tidak ada
10.
Pasal 41 ayat
1
Pejabat yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp
4.000.000,00 (empat juta rupiah).
11.
Pasal 41 ayat
2
Pejabat yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
12.
Pasal 41A
Setiap orang yang menurut Pasal 35
Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi
dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan
atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
13.
Pasal 41B
Setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
14.
Tidak ada
15.
Tidak ada
16.
Tidak ada
17.
Tidak ada
|
1.
Pasal 13 ayat
5
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, apabila Wajib Pajak
setelah jangka waktu tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2.
Pasal 13 a
Wajib Pajak yang karena kealpaannya
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat emberitahuan,
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali
dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang
dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
3.
Pasal 36A ayat
2
Pegawai pajak yang dalam melakukan
tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit
internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan
investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.
Pasal 36A ayat
3
Pegawai pajak yang dalam melakukan
tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak
untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
5.
Pasal 36 A
ayat 4
Pegawai pajak yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau
menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.
6.
Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,
didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga)
bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
7.
Pasal 39 ayat
1
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.
tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
b.
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor
Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d.
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.
menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29;
f.
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atua tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya;
g.
tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lain;
h.
tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan ddan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i.
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau
dipungut
sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
8.
Pasal 39 ayat
3
Setiap orang yang melakukan percobaan
untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau
pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit
2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi
yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
9.
Pasal 39A
Setiap orang yang dengan sengaja :
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur
pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran
pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak .
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
baik pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6
(enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
10.
Pasal 41 ayat
1
Pejabat yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
11.
Pasal 41 ayat
2
Pejabat yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
12.
Pasal 41A
Setiap orang yang wajib memberikan
keternagan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi
dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan
atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
13.
Pasal 41B
Setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi atau mempersulti penyidikan tinda pidana di bidang perpajakan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
14.
Pasal 41C ayat
1
Setiap orang yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah
15.
Pasal 41C ayat
2
Setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama
10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).
16.
Pasal 41C ayat
3
Setiap orang yang dengan sengaja tidak
memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
17.
Pasal 41C ayat
4
Setiap orang yang dengan sengaja
menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian
kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
|
KESIMPULAN
:
Setelah membandingkan UU KUP NO. 28
tahun 2007 dengan UU KUP NO. 16 tahun 2000, UU KUP NO. 28 Tahun 2007 lebih
memberikan fasilitas kemudahan dan kenyamanan bagi wajib pajak terlebih dalam
hal administrasi pajak. Salah satu contohnya
pada ketentuan yang telah diperbaharui diatur bahwa pengambilan,
pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT dapat secara manual dan
elektronik, hal ini akan menambah
pilihan WP untuk memilih yang termudah. Selain itu dilihat dari sisi sanksi
perpajakan baik itu sanksi administrasi dengan sanksi pidana memberikan
peraturan yang ketat bagi Wajib Pajak yang melanggar dan yang tidak menjalankan
peraturan perpajakan yang ada terlebih bagi wajib pajak maupun petugas pajak
yang tidak beretikad baik, sehingga dalam hal ini dengan memperketat peraturan
yang ada dapat menciptakan Undang – undang yang kuat untuk kedepannya.
0 komentar:
Posting Komentar